Cerita Motivasi –
Sendal Pembawa Hikmah ‘Ikhlas’
My Own Property |
Waktu sudah
menunjukan kalau sholat jum’at akan segera dimulai. Orang-orang berduyun-duyun bersiap
untuk mengambil air wudhu dan mengisi shaf yang masih kosong untuk sholat tahiyatul
masjid. Saya yang masih mencari celah diantara jama’ah tertuju pada baris di
mana ada celah untuk menaruh tas karena memang saya membawa tas gendong. Saya mengisi
shaf tersebut, sholat tahiyatul masjid, dan kemudian berdiam menunggu adzan
berkumandang. Tak lama kemudian ada seorang remaja dengan tas yang lumayan
kecil juga mengisi celah di dekat saya dan menaruh tasnya tepat berjejer dengan
tas saya. Pakaian putih seperti jubah menempel di tubuhnya. Dengan hikmatpun
dia menunggu adzan berkumandang. Beberapa saat kemdudian, adzan pun
berkumandang yang kemudian diikuti oleh khotbah, dan diakhiri dengan sholat jum’at
berjamaah.
Sholat jum’at
baru saja usai. Ada yang melanjutkan berdzikir, ada yang sholat ba’diyah jum’at,
dan ada juga yang langsung beranjak melanjutkan aktivitas laninnya. Saya yang
telah usai pun duduk sebentar sambil beristirahat. Tak sengaja saya mendengar
percakapan yang menurut saya sangat menarik.
“Kenapa pak?” tanya si B kepada si A (yang menurut
saya adalah pengelola masjid)
“Itu katanya sendalnya hilang,” jawab si A (sambil menunjuk seorang remaja)
“Siapa pak?” jawab si B.
“Itu tadi katanya” jawab lagi si A.
“Lho bukannya ada CCTV, suruh ngecek saja” sahut lagi
si B.
“Iya, tadi juga saya tawarkan, tapi katanya ngga usah pak”
jawab lagi si A.
“Kalau lihat CCTV kan nanti bisa tau siapa yang ambil”
jawab lagi si B.
“Iya, tadi saya bilang gitu, tapi katanya ngga usah. Terus
saya bilang ini ambil saja sandal yang ini, tapi katanya, “Ngga usah pak. Ngga
halal, tapi kalau punya saya halal” begitu. Dia anak pondok katanya, pondok
daerah XXXX” jawab di A lagi.
“Anak pondok ya pasti sudah terlatih pak” balas si B
sambil memuji.
“Iya, sudah terlatih, makannya dia milih ngga pake sandal
daripada bawa sandal yang bukan miliknya, ngga halal katanya” puji si A
lagi.
Setelah saya
lihat, ternyata dia adalah anak remaja yang duduk satu shaf dengan saya. Dan tentu
saya masih mengingatnya. Akhirnya diapun pergi dengan berboncengan motor dengan
salah seorang temannya (atau mungkin kakaknya).
Percakapan
yang menurut saya sangat mengena. Apa lagi kutipan, ““Ngga usah pak. Ngga
halal, tapi kalau punya saya halal”. Dia mengatakan “nggak usah
pak. Nggak halal,..” yang maksudnya adalah kalau mengambil sandal orang
lain (bukan haknya) tanpa izin itu tidak halal (haram) walaupun
dia sendiri tidak memakai sandal (karena diambil orang). Namun, dia juga
mengatakan, “…,tapi kalau punya saya halal” yang artinya dia
sudah mengiklaskan sendalnya yang diambil orang tersebut dengan menghalalkannya
bagi si dia (orang yang mengambil sendalnya). Sungguh pelajaran yang
luar biasa, mengiklaskan kepada di pembuat susah (orang yang mengambil sendalnya)
walau dalam keadaan susah sekalipun akibat ulah si dia (pengambil sendal).
Baca Juga:
No comments:
Post a Comment
Komentarlah dengan bijak