Friday, 2 December 2016

MAKALAH MANAJEMEN SEKOLAH "Pro dan Kontra Keefektifan Kegiatan Belajar Mengajar Lima Hari di Sekolah"

MANAJEMEN SEKOLAH
Pro dan Kontra Keefektifan Kegiatan Belajar Mengajar Lima Hari di Sekolah
 Mata Kuliah                            : Manajemen Sekolah
 Dosen Pengampu                    : Drs. Eko Nusantoro M.Pd.


Disusun Oleh :
            1. Dede Purnomo                    2201413097
            2. Khamdiko                           2401413005
            3. Tirta Panca N.                     3201413031
            4. Najahan Musyafa                3201413007

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2015

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Sekolah adalah sarana bagi siswa untuk menuntut ilmu. Siswa lebih banyak menghabiskan waktu belajarnya di sekolah yang biasanya berlangsung 6 hari, yaitu dari Senin sampai Sabtu. Berkaitan dengan hal tersebut, Gubernur Jawa Tengah, Bapak Ganjar Pranowo, memberikan wacana tentang pelaksaan sekolah 5 hari. Kebijakan tersebut ingin diterapkan karena banyak sekolah di Jakarta yang menerapkan sekolah 5 hari yang dipandang sebagai barometer pendidikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kualitas pertemuan antara orang tua dengan anak dirasa kurang akibat jadwal sekolah yang terlalu padat. Gubernur mengaku lebih senang jika para pegawainya selalu menyempatkan berkomunikasi dengan anak. Sesibuk apapun tidak lupa memberikan waktu untuk sekadar berkelakar dengan mereka. Dan yang lebih penting pendidikan anak harus tetap diperhatikan. Jika hal itu dilakukan, masa depan bangsa dapat disiapkan. Namun wacana tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat dan di kalangan pegawai. Inilah yang menjadi pembahasan bagaimana sekolah 5 hari di sekolah kaitannya dengan kefektifan kegiatan belajar siswa di sekolah.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat dari makalah ini adalah :
1Bagaimanakah konsep Sekolah efektif
2. Bagaimanakah wacana tentang pengadaan kebijakan sekolah 5 hari
3Pro dan kontra pelaksanaan sekolah 5 hari di masyarkat
4. Bagaimana sekolah 5 hari mempengaruhi keefiktifan sekolah


C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1Mengetahui konsep Sekolah efektif
2. Mengetahui wacana tentang pengadaan kebijakan sekolah 5 hari
3. Mengetahui pro dan kontra pelaksanaan sekolah 5 hari di masyarakat
4. Mengetahui pengaruh sekolah 5 hari terhadap keefiktifan sekolah

D. Manfaat
Dengan adanya makalah ini dapat member manfaat berupa :
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang sekolah efektif
2. Menciptakan masyarakat yang kritis menyikapi wacana kebijakan sekolah 5 hari.
3. Meningkatkan kesiapan orang tua dalam menyikapi kebijakan sekolah 5 hari
4. Masyarakat mengetahui bagaimana pengaruh sekolah 5 hari terhadap keefiktifan sekolah.



BAB 2
PEMBAHASAN
1. Konsep Sekolah Efektif
            Secara umum sekolah efektif adalah sekolah yang menunjukan tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai (Achievement atau observed output) dengan hasil yang diharapkan (objectives, targets, intended output) sebagaimana telah ditetapkan dimana kemampuan siswanya pada keterampilan dasar yang diukur dengan tes kemampuan dan dalam proses penyelenggaraanya terdapat dimensi manajemen, pengajaran, dan kepemimpinan. Dengan demikian, sekolah dikatakan efektif apabila menjalankan fungsinya sebagai tempat belajar yang paling baik yang menyediakan layanan pembelajaran yang bermutu bagi siswa.
Ciri-ciri sekolah efektif menurut Jaap Scheerens (1992) :
1. Kepemimpinan yang kuat
2. Penekanan pada pencapaian kemampuan dasar
3. Adanya lingkungan yang nyuaman
4. Harapan yang tinggi pada prestasi siswa
5. Penilaian secara rutin mengenai program yang dibuat siswa.
Karakteristik sekolah efektif menurut Edemons (1979) :
1. Kepemimpinan dan perhatian kepala sekolah terhadap kualitas pengajaran
2. Pemahaman yang mendalam terhadap pengajaran
3. Iklim yang nyaman dan tertib bagi berlangsungnya pengajaran dan pembelajaran
4. Harapan bahwa semua siswa minimal akan menguasai ilmu pengetahuan tertentu
5. Penilaian siswa yang didasarkan pada hasil pengukuran hasil beljara siswa.
2. Wacana tentang kebijakan sekolah 5 hari
            Gubernur Jawa Tengah saat ini, Ganjar Pranowo berkeinginan supaya jam masuk sekolah di wilayah Jawa Tengah diefektifkan menjadi 5 hari. Sehingga, tiap-tiap siswa bisa memiliki waktu yang cukup untuk saling interaksi dengan keluarganya dirumah. Meskipun jumlah pertemuan pembelajaran siswa dengan guru menjadi berkurang namun hal tersebut bukan menjadi semacam alasan penurunan kualitas. Pertemuan efektif dinilai dapat  memaksimalkan kegiatan pembelajaran.
            Menurut Ganjar Pranowo, tiap-tiap orang tua seharusnya memperhatikan kualitas pertemuan dengan anaknya di luar jam pembelajaran, sehingga komunikasi antar anggota keluarga bisa  berjalan dengan baik. Ganjar Pranowo berkata bahwa beliau membayangkan seandainya anak-ana bisa weekend bersama orang tuanya maka komunikasi siswa dan orang tua bisa berjalan dengan baik. Beliau juga menambahkan, jika ada anak yang masuk sekolah selama 5 hari, kasihan.
            Lima hari sekolah adalah bukan hal yang baru. Di Jakarta, banyak sekolah yang menerapkan kebijakan serupa. Sementara di sekolah-sekolah di ibukota provinsi Jateng, belum populer. Namun sekali lagi, hal itu masih dalam tahap wacana. Untuk penerapan rencana kebijakan ini, Pemerintah provinsi tidak akan sembrono dengan cara serta merta menerapkannya. Pemerintah provinsi akan melakukan komunikasi dengan beberapa pihak pihak guna memperoleh masukan, salah satunya dari kalangan akademisi. Lebih jauh, kajian secara mendalam juga harus dilakukan. Apakah kebijakan tersebut sesuai dengan masyarakat Jawa Tengah dan lebih efektif atau  justru sebaliknya.
            Peserta didik yang bersekolah 6 hari, bahkan kadang pulang sore memang terkuras tenaga dan pikirannya. Padahal kemampuan menangkap materi pelajaran dan fisik masing-masing berbeda. Permasalahan itu makin kompleks bila orang tua mereka lebih disibukkan urusan kerja, bahkan pulang sampai larut malam.
3. Pro dan kontra pelaksanaan sekolah 5 hari
             Wacana sekolah lima hari yang digulirkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sangat menimbulkan kontroversi. Kepala Lembaga Pusat Penelitian Pendidikan (LP3) Jawa Tengah, Ahmad Muslih menuturkan kebijakan gubernur Jateng tersebut perlu dikaji ulang. Ahmad Muslih mengatakan bahwa dia tidak terlalu setuju, karena hal itu mengurangi hak belajar siswa di sekolah.
Menurut Ahmad Muslih tersebut, setiap anak berhak mendapatkan pendidikan sesuai undang-undang seperti dalam Permendiknas tahun 2006 sudah diatur beban belajar anak, jika dikurangi, hal itu tentu memangkas intensitas materi pelajaran yang disampaikan guru.
            Wacana kebijakan sekolah lima hari mulai Senin-Jumat ini, dinilai Muslih sebagai program yang rancu. Sebab pendidikan itu terstruktur, kontinu, terarah dan terkonsep. Kalau ini kebijakannya politis, maka akan merusak masa depan anak. Meskipun belajar tidak harus di sekolah, namun pendidikan dalam sekolah justru bias bias. Hal tersebut sudah diatur dalam kurikulum dan standar isi, kata dia, baik di kurikulum 2013 maupun KTSP. Meskipun ada sisi positifnya, Ahmad Muslih kira kebijakan ini kurang berdampak signifikan bagi kemajuan pendidikan di Jawa Tengah.
            Mungkin ini akan menguntungkan gurunya, dan siswa yang merasakan kerugiannya. Kebijakan ini juga akan mengganggu guru-guru yang PNS atau sertifikasi. Sebab, seminggu saja, itu harus tatap muka minimal 24 jam. Beban mengajarnya 24 jam itu tidak sedikit. Jadi, yang dirugikan atas kebijakan ini adalah siswa dan juga gurunya sendiri. Tentu hal ini masih wacana, Ahmad berharap semoga ada titik terang kebijakan yang dampaknya baik bagi siswa dan juga guru. Sebab, dalam pendidikan tak boleh main-main.
            Di sisi lain, Nailul Mukorobin, staf pengajar Psikologi Agama di FIP Universitas Negeri Semarang (Unnes) menyatakan kebijakan itu sangat kontradiksi dengan prinsip belajar. Setiap anak itu memiliki gaya belajarnya masing-masing. Jadi guru tidak boleh memaksakan anak untuk belajar berlebihan, juga tidak cocok jika anak dikurangi hak belajarnya. Semua harus pas dan sesuai kebutuhan. Hal itu sudah dikonsep Kemendikbud dalam standar isi pendidikan lewat beban belajar yang harus dilaksanakan mulai jenjang SD sampai SMA.
            Dalam pendidikan, ada pendidikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Posisi sekolah adalah pendidikan formal, jadi harus dikonsep dengan ilmiah dan tidak boleh ditambahi apalagi dikurangi jam belajarnya. Ya meskipun belajar tidak harus di sekolah, namun hal ini sudah diatur undang-undang dan sudah sesuai psikologi belajar anak. Mau diterapkan lima hari, empat hari atau enam hari sekalipun, saya menilai yang penting tidak melanggar undang-undang termasuk Sisdiknas.
            Belajar itu memang bukan masalah hari, tapi berapa jam anak mendapat materi pelajaran di sekolah. Kalau dipadatkan jadi lima hari, yang penting jam belajar anak dan beban belajar sesuai Permendiknas terpenuhi.
            Di lain pihak, kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah mendukung penuh wacana penerapan waktu belajar selama lima hari sekolah dalam sepekan, namun dengan beberapa catatan. Seperti yang disampaikan oleh Ketua DPRD Jateng Rukma Setiabudi di Semarang, Wacana lima hari sekolah itu harus melalui kajian mendalam karena melibatkan berbagai pihak guna mengetahui kekurangan dan kelebihan. Menurut dia, kegiatan belajar mengajar para siswa di sekolah dapat dipadatkan mulai pagi hingga sore hari terkait dengan penerapan program lima hari sekolah.
            Prosesnya akan sama dengan penerapan jam kerja PNS yang dulu kerjanya enam hari, sekarang jadi lima hari karena ada pemadatan kegiatan belajar mengajar. Jika penerapan program lima hari sekolah itu bisa memberikan manfaat pada bidang pendidikan di Jateng, maka harus dilaksanakan dengan sistematis agar hasilnya dapat optimal.
            Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jateng Nur Hadi Amiyanto mendukungan terhadap wacana lima hari sekolah seperti yang diusulkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Tetapi harus ada kajian mendalam yang dilakukan, apalagi ada masalah standar mengajar bagi guru yang harus dipenuhi dalam seminggu. Sebelumnya, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menginginkan seluruh sekolah di provinsi setempat menerapkan waktu belajar selama lima hari sekolah dalam sepekan guna meningkatkan kualitas pertemuan dengan orang tua masing-masing.
            Menyikapi pro dan kontra sekolah 5 hari harus melihat sisi positif sekaligus negatifnya. Sisi positifnya, intensitas komunikasi anak dengan keluarga bisa lebih terjaga. Di pihak sekolah pun, terjadi efisiensi penggunakan energi listrik semisal yang biasa dipakai untuk AC/kipas angin, atau LCD projector. Belum lagi, pada Sabtu jalanan relatif lebih lengang. Namun kebijakan sekolah 5 hari juga mengundang dampak bagi keluarga yang kurang, bahkan tidak harmonis. Apalagi bila peserta didik tinggal di lingkungan yang "tidak sehat", ditambah kesibukan orang tuanya. Bisa jadi mereka menjadi lebih nakal atau memilih mencari kesibukan di luar bersama teman-temannya. Apalagi Ketua DPD Irman Gusman berpendapat bahwa penting menerapkan sekolah 5 hari supaya memberikan waktu bagi peserta didik untuk beraktivitas secara mandiri dan beristirahat.Waktu istirahat punya arti penting bagi mereka supaya kembali mendapatkan semangat belajar, sekaligus mempererat ikatan antaranggota keluarga, melaksanakan fungsi ocial ataupun mengembangkan diri di luar sekolah. Semoga setelah mengkaji secara mendalam, Ganjar bisa mengambil kebijakan terbaik untuk anak-anak Jateng
4. Pengaruh sekolah 5 hari terhadap kefektifan di sekolah
            Bagi anak-anak kita yang duduk di bangku sekolah, Hari Senin hingga Sabtu adalah hari-hari yang biasanya mereka bersekolah. Ini berarti jika tidak ada hari libur, mereka harus bersekolah selama enam hari seminggu. Inilah tradisi ber­sekolah yang telah dan terus  berlangsung di negeri kita dari dulu hingga kini.
            Karena sudah dianggap tradisi, atau mungkin juga karena kepercayaan terhadap sekolah yang cukup tinggi, maka kebijakan bersekolah selama enam hari seminggu sepertinya tidak perlu di­persoalkan oleh orang tua peserta didik. Tidak terdengar di antara mereka yang berta­nya kenapa sekolah harus enam hari seminggu, atau sudah efektifkah pengaturan jam pelajaran selama enam hari seminggu itu. Padahal pengaturan jam pelajaran di sekolah sangat tergantung dengan kurikulum pendidikan kita. Sementara kurikulum pendidikan kita dari dulu hingga kini telah beberapa kali mengalami perubahan.
            Dengan adanya perubahan kurikulum, maka struktur kurikulum dan beban belajar peserta didik juga turut me­ngalami perubahan. Dengan demikian, nama mata pe­lajaran, jumlah mata pe­lajaran, alokasi waktunya per minggu, serta beban belajar peserta didik tidak lagi sama antara di zaman orang tua bersekolah dulu dengan di zaman anak-anak mereka bersekolah di masa kini. Karena itu, sesungguhnya sangat beralasan untuk me­nengok kembali efektifitas tradisi bersekolah enam hari seminggu itu.
Acuan Daftar Pelajaran
            Kegiatan pembelajaran di sekolah diatur melalui daftar pelajaran yang disusun oleh sekolah. Saat ini, daftar pelajaran tersebut disusun oleh sekolah dengan mengacu atau berpedoman pada struk­tur kurikulum dan beban belajar yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi. Struktur kurikulum ini memuat komponen dan nama-nama mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik beserta alokasi waktunya per minggu.
            Komponen dari struktur kurikulum terdiri dari: (1) komponen mata pelajaran, (2) komponen muatan lokal, (3) komponen pengembangan diri. Ketiga komponen ini ada pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari SD/MI hingga SMA/MA/SMK. Perbedaannya ter­letak pada jumlah dan nama mata pelajaran serta jumlah waktu atau beban belajar dalam seminggu. Untuk SD/MI jumlah mata pelajaran yang harus dipelajari ialah 8 mata pelajaran, sedangkan untuk SMP/MTs ada 10 mata pelajaran, dan untuk SMA/MA kelas X ada sebanyak 16 mata pelajaran, sedangkan untuk SMA kelas XI dan XII untuk program IPA, IPS dan Bahasa ada sebanyak 13 mata pe­lajaran. Perbedaan lainnya terletak pada beban belajar peserta didik setiap minggunya serta durasi 1 jam pelajaran untuk setiap tingkatnya
Beban Belajar
            Di samping menetapkan struktur kurikulum, Permen­diknas nomor 22 tahun 2006 juga mengatur tentang beban belajar peserta didik per minggu. Untuk SD/MI kelas I adalah 26 jam pelajaran, kelas II 27 jam, kelas III 28 jam dan Kelas IV hingga VI adalah 32 jam. Sedangkan alokasi waktu 1 jam pelajaran tatap muka untuk SD/MI ialah 35 menit. Dengan demi­kian beban belajar tatap muka per minggu untuk kelas I ialah 910 menit atau 15 jam 10 menit, kelas II 945 menit atau 15 jam 45 menit, kelas III 980 menit atau 16 jam 20 menit, kelas IV-VI 1120 menit atau 18 jam 40 menit.
            Untuk SMP/MTs (kelas VII-IX), beban belajar tatap muka per minggu adalah 32 jam pelajaran. Sedangkan alokasi waktu 1 jam pelajaran untuk SMP/MTs ialah 40 menit. Dengan demikian beban belajar tatap muka per ming­gu untuk SMP/MTs ialah 1280 menit atau 21 jam 20 menit. Untuk SMA/MA (kelas X-XII), beban belajar tatap muka per minggu adalah 38-39 jam pelajaran. Sedangkan alokasi waktu 1 jam pelajaran ialah 45 menit. Dengan demikian beban belajar tatap muka per minggu untuk SMA/MA ialah 1710-1755 menit atau antara 28 jam 30 menit hingga 29 jam 15 menit. Untuk SMK sedikit lebih ringan dari SMA/MA yaitu 36 jam pelajaran. Alokasi waktu 1 jam pela­jaran ialah 45 menit. Dengan demikian beban belajar tatap muka per minggu untuk SMK ialah 1620 menit atau 27 jam.
            Namun dalam Permendik­nas nomor 22 tahun 2006 juga dijelaskan bahwa Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum 4 jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Dengan demikian beban belajar mak­simum yang dibolehkan per minggu untuk SD/MI kelas IV-VI ialah 36 jam pembelajaran. Untuk SMP/MTs (kelas VII-IX) 36 jam pembelajaran, untuk SMA/MA (kelas X-XII) 42-43 jam pembelajaran, untuk SMK 40 jam pembelajaran.
Menimbang Kemungkinan, Mengubah Tradisi
            Dengan memperhatikan beban belajar peserta didik seperti dikemukakan di atas, maka sebenarnya sangat memungkinkan pembelajaran tatap muka di sekolah cukup lima hari saja dalam se­minggu. Lalu, jika sekolah dipadatkan lima hari se­minggu, apakah akan me­nyebabkan peserta didik ter­lalu lama pulang? Jawa­bannya juga tidak. Berikut ini akan dikemukakan contoh analisisnya.
            Untuk SD/MI kelas IV hingga kelas VI dan SMP/MTs kelas VII hingga kelas IX beban belajar per minggu ialah 32 jam pelajaran. Jika sekolah menambah jam pe­lajaran, sesuai aturan mak­simum 4 jam menjadi 36 jam, kemudian ditambah pengem­bangan diri 2 jam sehingga menjadi 38 jam. Selain itu, sekolah biasanya juga meng­alokasikan waktu 1 jam pelajaran untuk upacara ben­dera Senin pagi dan 1 jam pelajaran lagi untuk kegiatan pembinaan Imtaq pada Jum­at pagi. Dengan demikian,  jum­lah jam maksimum untuk seluruh kegiatan sekolah yang normal sesuai aturan bagi kelas IV-VI hingga kelas VII-IX SMP adalah 40 jam pe­lajaran per minggu.
            Seandainya kegiatan ber­sekolah pada Senin hingga kamis diisi dengan 9 jam pelajaran (4 hari x 9 jam pelajaran), maka jam pe­lajaran yang tersisa untuk hari Jum’at hanya 4 jam pelajaran saja lagi. Jika jam pelajaran di sekolah dimulai pada pukul 7.15 setiap pagi Senin hingga Jum’at, maka kegiatan bersekolah di SD (kelas IV-VI) pada Senin-Kamis akan berlangsung pukul 07.15 – 12.45 Dan pada Jum’at hanya pukul 07.15- 09.50. Dengan catatan 1 jam pelajaran 35 menit dan setiap harinya disediakan waktu istirahat 1x15 menit.
            Jika dengan distribusi jam perhari yang sama dengan untuk SD seperti di atas, maka kegiatan bersekolah secara normal di SMP kelas VII-IX akan berlangsung pukul 07.15 – 13.30 pada Senin hingga Kamis, dan pukul 07.15 – 10.10 pada Jum’at. Dengan catatan 1 jam pelajaran 40 menit dan setiap harinya disediakan waktu istirahat 1x15 menit.
            Biasanya, untuk menjaga keseimbangan komposisi jam pelajaran, maka 1 jam pe­lajaran di hari Kamis di­pindahkan ke hari Jum’at agar di hari Jum’at tidak terlalu cepat pulang. Dengan demikian untuk Kamis tinggal 8 jam pelajaran dan Jum’at menjadi 5 jam pelajaran. Akibatnya, jam pelajaran di SD pada Kamis hanya pukul 07.15 – 12.10 dan Jum’at pukul 07.15 – 10.25. Se­dangkan untuk SMP, Kamis, jam 07.15 – 12.50 dan Jum’at jam 07.15 – 11.00. Dari satu contoh analisis tersebut ter­lihat sangat memungkinkan sekolah lima hari seminggu, bahkan itupun masih ada waktu yang tersisa dari waktu normal.
Sekolah 5 hari seminggu, melanggar aturan?
            Menurut hemat penulis, sekolah 5 hari seminggu tidak melanggar aturan. Sebab, dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagai rujukan penyusunan kurikulum se­kolah, tidak ada disebutkan bahwa sekolah dalam se­minggu harus berlangsung 6 hari. Dengan demikian sekolah boleh saja mengatur jam pelajaran menjadi 5 hari seminggu asal beban belajar yang telah ditetapkan dalam aturan tersebut bisa terpenuhi. Memang ada aturan tentang minggu efektif per tahun ajaran, yaitu 34 – 38 minggu, tapi, sekali lagi, tidak ada aturan yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan seminggu itu harus 6 hari belajar.
            Tidak adanya aturan bahwa bersekolah seminggu harus 6 hari sehingga boleh saja 5 hari juga sama dengan tidak adanya aturan tentang berapa jam pelajaran dalam sehari, atau dari jam berapa hingga jam berapa pembelajaran harus berlangsung di sekolah setiap hari. Karena itu, sah-sah saja jika pembelajaran di sekolah mulai pukul 07.00 atau 07.15 atau 07.30. Semua itu tentu tidak melanggar aturan sepanjang beban be­lajar perminggu terpenuhi.
            Lalu, bagaimana dengan beban kerja guru? Sesuai dengan Undang-undang nomor 14 tahun 2005 pasal 35 ayat (2) tentang guru dan dosen serta Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 pasal 52 ayat (2) tentang guru, bahwa beban kerja guru tidak ditetapkan menurut hari, melainkan menurut jumlah jam mengajar tatap muka, yaitu sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan se­banyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam seminggu. Karena itu, sepanjang guru bisa memenuhi beban kerjanya, maka sekolah 5 hari se­minggu tidak melanggar atu­ran beban kerja guru.


Manfaat Sekolah 5 hari Seminggu
            Sekolah 5 hari seminggu memberi banyak manfaat, antara lain dapat mening­katkan efektifitas hari belajar. Sebab, dengan beban belajar yang ada saat ini, jika sekolah tetap 6 hari seminggu, maka pada Sabtu biasanya hanya kegiatan pengembangan diri selama 2 jam pelajaran. Jika 2 jam pelajaran di hari Sabtu itu dipindahkan ke hari lain, maka hari belajar tentu akan lebih efektif.
            Beberapa sekolah memang menyiasati jadwal hari Sabtu dengan memindahkan 2 jam pelajaran di hari lain ke Sabtu sehingga menjadi 4 jam pelajaran. Namun, dengan pola seperti ini peserta didik pada Sabtu tetap pulang sekolah paling lambat jam 10.00 pagi. Akibatnya, sebagian peserta didik pulang sekolah tidak langsung pulang ke rumah, tapi terlebih dahulu berkeluyuran ke pasar, ke pusat perbelanjaan atau pusat keramaian, ke warnet, ke tempat permainan, ke tempat rekreasi dan lain sebagainya. Tidak jarang, dari berke­luyuran tanpa arah dan tujuan yang pasti sepulang sekolah ini terjadinya perkelahian antar pelajar. Dengan demikian sekolah 5 hari seminggu diharapkan juga bisa menutup sebagian peluang terjadinya perkelahian antar pelajar.
            Secara ekonomis, sekolah 5 hari seminggu juga dapat mengurangi pengeluaran orang tua peserta didik dan guru. Bahkan dengan adanya 2 hari libur seminggu juga bisa dimanfaatkan peserta didik untuk membantu orang tua bekerja yang secara ekonomis dapat menambah penghasilan keluarga. Selain itu, sekolah 5 hari seminggu juga sejalan dengan hari kerja dan hari libur orang tua peserta didik yang bekerja di sektor formal dari Senin hingga Jum’at. Dengan demikian orang tua bisa mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berkomunikasi, membimbing, dan mendidik anak-anak mereka serta menyusun rencana keluarga secara bersama.
            Bagi guru yang tinggal jauh dari keluarga, libur 2 hari seminggu tentu sangatlah berarti bagi mereka. Sebab mereka bisa menikmati week end bersama keluarga yang lebih panjang. Dengan libur akhir pekan yang cukup di­harapkan bisa berdampak secara psiko­logis kepada guru dan peserta didik. Mereka lebih segar dan bersemangat memulai sekolah kembali di hari Senin. Selain itu, ke­wajiban guru sebagai orang tua dari anak-anak mereka di rumah atau sebagai suami atau istri juga bisa terlaksana dengan baik. Dengan demikian, guru diharapkan bisa sukses mencerdaskan anak-anak bangsa di sekolah tanpa harus mengurangi kewajiban dan tanggung jawab terhadap anak-anak mereka sendiri serta terhadap suami atau istri mereka di rumah. Sukses di sekolah, sukses di keluarga. Semoga!
  

BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Secara umum sekolah efektif adalah sekolah yang menunjukan tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai (Achievement atau observed output) dengan hasil yang diharapkan (objectives, targets, intended output) sebagaimana telah ditetapkan dimana kemampuan siswanya pada keterampilan dasar yang diukur dengan tes kemampuan dan dalam proses penyelenggaraanya terdapat dimensi manajemen, pengajaran, dan kepemimpinan.
            Gubernur Jawa Tengah saat ini, Ganjar Pranowo berkeinginan supaya jam masuk sekolah di wilayah Jawa Tengah diefektifkan menjadi 5 hari. Sehingga, tiap-tiap siswa bisa memiliki waktu yang cukup untuk saling interaksi dengan keluarganya dirumah. Pertemuan efektif dinilai dapat  memaksimalkan kegiatan pembelajaran.
            Berdasarkan wacana tentang kebijakan sekolah 2 hari, menimbulkan beragai pro dan kontra di masyarakat. Menyikapi pro dan kontra sekolah 5 hari harus melihat sisi positif sekaligus negatifnya. Sisi positifnya, intensitas komunikasi anak dengan keluarga bisa lebih terjaga. Di pihak sekolah pun, terjadi efisiensi penggunakan energi listrik semisal yang biasa dipakai untuk AC/kipas angin, atau LCD projector. Belum lagi, pada Sabtu jalanan relatif lebih lengang. Namun kebijakan sekolah 5 hari juga mengundang dampak bagi keluarga yang kurang, bahkan tidak harmonis. Apalagi bila peserta didik tinggal di lingkungan yang "tidak sehat", ditambah kesibukan orang tuanya. Bisa jadi mereka menjadi lebih nakal atau memilih mencari kesibukan di luar bersama teman-temannya. Penting menerapkan sekolah 5 hari supaya memberikan waktu bagi peserta didik untuk beraktivitas secara mandiri dan beristirahat.Waktu istirahat punya arti penting bagi mereka supaya kembali mendapatkan semangat belajar, sekaligus mempererat ikatan antaranggota keluarga, melaksanakan fungsiocial ataupun mengembangkan diri di luar sekolah. Semoga setelah mengkaji secara mendalam, Ganjar bisa mengambil kebijakan terbaik untuk anak-anak Jateng.
            Menurut hemat penulis, sekolah 5 hari seminggu tidak melanggar aturan. Sebab, dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagai rujukan penyusunan kurikulum se­kolah, tidak ada disebutkan bahwa sekolah dalam se­minggu harus berlangsung 6 hari. Dengan demikian sekolah boleh saja mengatur jam pelajaran menjadi 5 hari seminggu asal beban belajar yang telah ditetapkan dalam aturan tersebut bisa terpenuhi. Memang ada aturan tentang minggu efektif per tahun ajaran, yaitu 34 – 38 minggu, tapi, sekali lagi, tidak ada aturan yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan seminggu itu harus 6 hari belajar. Tentu wacana tersebut masih harus dilakukan pengkajian lebih dalam sebelum pelaksanaan kebijakannya.

B. Saran
1. Kepada Gubernur Jawa Tengah Bapak Ganjar Pranowo, sebaiknya melakukan pengkajian lebih mendalam berkaitan dengan wacana tentang sekolah 5 hari yang diadopsi dari Guberner Jakarta Bapak Ahok, seperti dilihat dari sisi sumber daya manusia dalam hal ini guru dan siswanya yang memang terkena dampak langsung dari wacana tersebut.
2. Para orang tua sebaiknya lebih memperhatikan anak-anaknya guna mempersiapkan menghadapi kebijakan sekolah 5 hari.
3. Para orang tua dan guru sebaiknya lebih memperhatikan lagi bagaimana agar sekolah lebih efektif dalam kegiatan belajar mengajar tanpa merugikan siapapun.



DAFTAR PUSTAKA
Sutomo,dkk.2012. Manajemen Sekolah. Semarang. Pusat Pengembang MKU&MKDK LP3 Unnes, Unnes Press
Radar Semarang.16 Maret 2015.Siswa Akan Masuk 5 Hari Seminggu. Diunduh dari http://radarsemarang.com/semarang-metropolis/siswa-akan-masuk-5-hari-seminggu/ tanggal 20 Maret 2015
Ahmad Riyatno. Sabtu, 21 Maret 2015. Kajian Cerdas Sekolah Lima Hari. Diunduh dari http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=7414#.VQw1bI5 qDIU tanggal 20 Maret 2015
Suara Merdeka.15 Maret 2015. Wacana 5 Hari Sekolah di Jawa Tengah. Diunduh dari http://infokepegawaian.blogspot.com/2015/03/wacana-5-hari-sekolah-di-jawa-tengah.html tanggal 20 Maret 2015
Harian Blora.20 Maret 2015.Sekolah Lima Hari Dinilai Rugikan Guru dan Memangkas Hak Belajar Siswa. Diunduh dari   http://www.harianblora.com/2015/03/sekolah-lima-hari-dinilai-rugikanguru.html tanggal 21 Maret 2015
Miftahul Ulum. Senin, 16 Maret 2015. DPRD Jateng Dukung Wacana Sekolah 5   Hari. Diunduh dari http://semarang.bisnis.com/m/read/20150316/1/77457/dprd-jateng-  dukung-wacana-sekolah-5-hari tanggal 20 Maret 2015
Junaidi.Kamis, 24 Mei 2012. Menimbang Sekolah Lima Hari Seminggu. Diunduh dari             http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=15220:menimbang-sekolah-lima-hari-seminggu-   &catid=11:opini&Itemid=83 tanggal 20 Maret 2015


No comments:

Post a Comment

Komentarlah dengan bijak

Post Unggulan

Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, Wisata Edukasi dan Sejarah

Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, Wisata Edukasi dan Sejarah My Own Property Yogyakarta memang terkenal dengan beragam wisatanya...

Popular Posts