MANAJEMEN
SEKOLAH
Pro
dan Kontra Keefektifan Kegiatan Belajar Mengajar Lima Hari di Sekolah
Mata Kuliah :
Manajemen Sekolah
Dosen Pengampu : Drs. Eko Nusantoro M.Pd.
Disusun
Oleh :
1. Dede Purnomo 2201413097
2. Khamdiko 2401413005
3. Tirta Panca N. 3201413031
4. Najahan Musyafa 3201413007
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sekolah adalah sarana bagi siswa untuk menuntut ilmu.
Siswa lebih banyak menghabiskan waktu belajarnya di sekolah yang biasanya
berlangsung 6 hari, yaitu dari Senin sampai Sabtu. Berkaitan dengan hal
tersebut, Gubernur Jawa Tengah, Bapak Ganjar Pranowo, memberikan wacana tentang
pelaksaan sekolah 5 hari. Kebijakan tersebut ingin diterapkan karena banyak
sekolah di Jakarta yang menerapkan sekolah 5 hari yang dipandang sebagai
barometer pendidikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kualitas pertemuan
antara orang tua dengan anak dirasa kurang akibat jadwal sekolah yang terlalu
padat. Gubernur mengaku lebih senang jika para pegawainya selalu menyempatkan
berkomunikasi dengan anak. Sesibuk apapun tidak lupa memberikan waktu untuk
sekadar berkelakar dengan mereka. Dan yang lebih penting pendidikan anak harus
tetap diperhatikan. Jika hal itu dilakukan, masa depan bangsa dapat disiapkan. Namun
wacana tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat dan di kalangan
pegawai. Inilah yang menjadi pembahasan bagaimana sekolah 5 hari di sekolah
kaitannya dengan kefektifan kegiatan belajar siswa di sekolah.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang
diangkat dari makalah ini adalah :
1. Bagaimanakah konsep
Sekolah efektif
2. Bagaimanakah wacana
tentang pengadaan kebijakan sekolah 5 hari
3. Pro dan kontra pelaksanaan
sekolah 5 hari di masyarkat
4. Bagaimana sekolah 5
hari mempengaruhi keefiktifan sekolah
C.
Tujuan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah :
1. Mengetahui konsep Sekolah efektif
2. Mengetahui wacana
tentang pengadaan kebijakan sekolah 5 hari
3. Mengetahui pro dan kontra pelaksanaan sekolah 5 hari di
masyarakat
4. Mengetahui pengaruh
sekolah 5 hari terhadap keefiktifan sekolah
D.
Manfaat
Dengan adanya makalah
ini dapat member manfaat berupa :
1. Meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang sekolah efektif
2. Menciptakan
masyarakat yang kritis menyikapi wacana kebijakan sekolah 5 hari.
3. Meningkatkan
kesiapan orang tua dalam menyikapi kebijakan sekolah 5 hari
4. Masyarakat
mengetahui bagaimana pengaruh sekolah 5 hari terhadap keefiktifan sekolah.
BAB 2
PEMBAHASAN
1.
Konsep Sekolah Efektif
Secara umum sekolah efektif adalah sekolah yang
menunjukan tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai (Achievement atau
observed output) dengan hasil yang diharapkan (objectives, targets, intended
output) sebagaimana telah ditetapkan dimana kemampuan siswanya pada
keterampilan dasar yang diukur dengan tes kemampuan dan dalam proses
penyelenggaraanya terdapat dimensi manajemen, pengajaran, dan kepemimpinan. Dengan demikian, sekolah dikatakan
efektif apabila menjalankan fungsinya sebagai tempat belajar yang paling baik
yang menyediakan layanan pembelajaran yang bermutu bagi siswa.
Ciri-ciri sekolah
efektif menurut Jaap Scheerens (1992) :
1. Kepemimpinan yang
kuat
2. Penekanan pada
pencapaian kemampuan dasar
3. Adanya lingkungan
yang nyuaman
4. Harapan yang tinggi
pada prestasi siswa
5. Penilaian secara
rutin mengenai program yang dibuat siswa.
Karakteristik sekolah efektif
menurut Edemons (1979) :
1. Kepemimpinan dan
perhatian kepala sekolah terhadap kualitas pengajaran
2. Pemahaman yang
mendalam terhadap pengajaran
3. Iklim yang nyaman
dan tertib bagi berlangsungnya pengajaran dan pembelajaran
4. Harapan bahwa semua
siswa minimal akan menguasai ilmu pengetahuan tertentu
5. Penilaian siswa yang
didasarkan pada hasil pengukuran hasil beljara siswa.
2.
Wacana tentang kebijakan sekolah 5 hari
Gubernur Jawa
Tengah saat ini, Ganjar Pranowo berkeinginan supaya jam masuk sekolah di
wilayah Jawa Tengah diefektifkan menjadi 5 hari. Sehingga, tiap-tiap siswa bisa
memiliki waktu yang cukup untuk saling interaksi dengan keluarganya dirumah. Meskipun
jumlah pertemuan pembelajaran siswa dengan guru menjadi berkurang namun hal tersebut
bukan menjadi semacam alasan penurunan kualitas. Pertemuan efektif dinilai
dapat memaksimalkan kegiatan
pembelajaran.
Menurut Ganjar Pranowo, tiap-tiap orang tua seharusnya
memperhatikan kualitas pertemuan dengan anaknya di luar jam pembelajaran, sehingga
komunikasi antar anggota keluarga bisa
berjalan dengan baik. Ganjar Pranowo berkata bahwa beliau membayangkan
seandainya anak-ana bisa weekend bersama orang tuanya maka komunikasi siswa dan
orang tua bisa berjalan dengan baik. Beliau juga menambahkan, jika ada anak
yang masuk sekolah selama 5 hari, kasihan.
Lima hari sekolah adalah bukan hal yang baru. Di Jakarta,
banyak sekolah yang menerapkan kebijakan serupa. Sementara di sekolah-sekolah
di ibukota provinsi Jateng, belum populer. Namun sekali lagi, hal itu masih
dalam tahap wacana. Untuk penerapan rencana kebijakan ini, Pemerintah provinsi
tidak akan sembrono dengan cara serta merta menerapkannya. Pemerintah provinsi
akan melakukan komunikasi dengan beberapa pihak pihak guna memperoleh masukan, salah
satunya dari kalangan akademisi. Lebih jauh, kajian secara mendalam juga harus
dilakukan. Apakah kebijakan tersebut sesuai dengan masyarakat Jawa Tengah dan
lebih efektif atau justru sebaliknya.
Peserta didik yang bersekolah 6 hari, bahkan kadang pulang
sore memang terkuras tenaga dan pikirannya. Padahal kemampuan menangkap materi
pelajaran dan fisik masing-masing berbeda. Permasalahan itu makin kompleks bila
orang tua mereka lebih disibukkan urusan kerja, bahkan pulang sampai larut
malam.
3.
Pro dan kontra pelaksanaan sekolah 5 hari
Wacana sekolah lima hari yang digulirkan
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sangat menimbulkan kontroversi. Kepala
Lembaga Pusat Penelitian Pendidikan (LP3) Jawa Tengah, Ahmad Muslih menuturkan
kebijakan gubernur Jateng tersebut perlu dikaji ulang. Ahmad Muslih mengatakan
bahwa dia tidak terlalu setuju, karena hal itu mengurangi hak belajar siswa di
sekolah.
Menurut Ahmad Muslih tersebut, setiap
anak berhak mendapatkan pendidikan sesuai undang-undang seperti dalam
Permendiknas tahun 2006 sudah diatur beban belajar anak, jika dikurangi, hal
itu tentu memangkas intensitas materi pelajaran yang disampaikan guru.
Wacana
kebijakan sekolah lima hari mulai Senin-Jumat ini, dinilai Muslih sebagai
program yang rancu. Sebab pendidikan itu terstruktur, kontinu, terarah dan
terkonsep. Kalau ini kebijakannya politis, maka akan merusak masa depan anak.
Meskipun belajar tidak harus di sekolah, namun pendidikan dalam sekolah justru
bias bias. Hal
tersebut sudah diatur dalam kurikulum dan standar isi, kata dia, baik di kurikulum
2013 maupun KTSP. Meskipun ada sisi positifnya, Ahmad Muslih kira kebijakan ini
kurang berdampak signifikan bagi kemajuan pendidikan di Jawa Tengah.
Mungkin
ini akan menguntungkan gurunya, dan siswa yang merasakan kerugiannya. Kebijakan
ini juga akan mengganggu guru-guru yang PNS atau sertifikasi. Sebab, seminggu
saja, itu harus tatap muka minimal 24 jam. Beban mengajarnya 24 jam itu tidak
sedikit. Jadi, yang dirugikan atas kebijakan ini adalah siswa dan juga gurunya
sendiri. Tentu hal ini masih wacana, Ahmad berharap semoga ada titik terang
kebijakan yang dampaknya baik bagi siswa dan juga guru. Sebab, dalam pendidikan
tak boleh main-main.
Di
sisi lain, Nailul Mukorobin, staf pengajar Psikologi Agama di FIP Universitas
Negeri Semarang (Unnes) menyatakan kebijakan itu sangat kontradiksi dengan
prinsip belajar. Setiap anak itu memiliki gaya belajarnya masing-masing. Jadi
guru tidak boleh memaksakan anak untuk belajar berlebihan, juga tidak cocok
jika anak dikurangi hak belajarnya. Semua harus pas dan sesuai kebutuhan. Hal
itu sudah dikonsep Kemendikbud dalam standar isi pendidikan lewat beban belajar
yang harus dilaksanakan mulai jenjang SD sampai SMA.
Dalam pendidikan, ada pendidikan
dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Posisi sekolah adalah pendidikan
formal, jadi harus dikonsep dengan ilmiah dan tidak boleh ditambahi apalagi
dikurangi jam belajarnya. Ya meskipun belajar tidak harus di sekolah, namun hal
ini sudah diatur undang-undang dan sudah sesuai psikologi belajar anak. Mau
diterapkan lima hari, empat hari atau enam hari sekalipun, saya menilai yang
penting tidak melanggar undang-undang termasuk Sisdiknas.
Belajar
itu memang bukan masalah hari, tapi berapa jam anak mendapat materi pelajaran
di sekolah. Kalau dipadatkan jadi lima hari, yang penting jam belajar anak dan
beban belajar sesuai Permendiknas terpenuhi.
Di lain pihak, kalangan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah mendukung penuh wacana penerapan
waktu belajar selama lima hari sekolah dalam sepekan, namun dengan beberapa
catatan. Seperti yang disampaikan oleh Ketua DPRD Jateng Rukma Setiabudi di
Semarang, Wacana lima hari sekolah itu harus melalui kajian mendalam karena
melibatkan berbagai pihak guna mengetahui kekurangan dan kelebihan. Menurut
dia, kegiatan belajar mengajar para siswa di sekolah dapat dipadatkan mulai
pagi hingga sore hari terkait dengan penerapan program lima hari sekolah.
Prosesnya akan sama dengan penerapan
jam kerja PNS yang dulu kerjanya enam hari, sekarang jadi lima hari karena ada
pemadatan kegiatan belajar mengajar. Jika penerapan program lima hari sekolah
itu bisa memberikan manfaat pada bidang pendidikan di Jateng, maka harus
dilaksanakan dengan sistematis agar hasilnya dapat optimal.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi
Jateng Nur Hadi Amiyanto mendukungan terhadap wacana lima hari sekolah seperti
yang diusulkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Tetapi harus ada kajian mendalam
yang dilakukan, apalagi ada masalah standar mengajar bagi guru yang harus
dipenuhi dalam seminggu. Sebelumnya, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo
menginginkan seluruh sekolah di provinsi setempat menerapkan waktu belajar
selama lima hari sekolah dalam sepekan guna meningkatkan kualitas pertemuan
dengan orang tua masing-masing.
Menyikapi pro dan kontra sekolah 5 hari harus melihat
sisi positif sekaligus negatifnya. Sisi positifnya, intensitas komunikasi anak
dengan keluarga bisa lebih terjaga. Di pihak sekolah pun, terjadi efisiensi
penggunakan energi listrik semisal yang biasa dipakai untuk AC/kipas angin,
atau LCD projector. Belum lagi, pada Sabtu jalanan relatif lebih lengang. Namun
kebijakan sekolah 5 hari juga mengundang dampak bagi keluarga yang kurang,
bahkan tidak harmonis. Apalagi bila peserta didik tinggal di lingkungan yang
"tidak sehat", ditambah kesibukan orang tuanya. Bisa jadi mereka
menjadi lebih nakal atau memilih mencari kesibukan di luar bersama
teman-temannya. Apalagi Ketua DPD Irman Gusman berpendapat bahwa penting
menerapkan sekolah 5 hari supaya memberikan waktu bagi peserta didik untuk
beraktivitas secara mandiri dan beristirahat.Waktu istirahat punya arti penting
bagi mereka supaya kembali mendapatkan semangat belajar, sekaligus mempererat
ikatan antaranggota keluarga, melaksanakan fungsi ocial ataupun mengembangkan
diri di luar sekolah. Semoga setelah mengkaji secara mendalam, Ganjar bisa
mengambil kebijakan terbaik untuk anak-anak Jateng
4.
Pengaruh sekolah 5 hari terhadap kefektifan di sekolah
Bagi anak-anak
kita yang duduk di bangku sekolah, Hari Senin hingga Sabtu adalah hari-hari
yang biasanya mereka bersekolah. Ini berarti jika tidak ada hari libur, mereka
harus bersekolah selama enam hari seminggu. Inilah tradisi bersekolah yang
telah dan terus berlangsung di negeri
kita dari dulu hingga kini.
Karena sudah dianggap tradisi, atau mungkin juga karena
kepercayaan terhadap sekolah yang cukup tinggi, maka kebijakan bersekolah
selama enam hari seminggu sepertinya tidak perlu dipersoalkan oleh orang tua
peserta didik. Tidak terdengar di antara mereka yang bertanya kenapa sekolah
harus enam hari seminggu, atau sudah efektifkah pengaturan jam pelajaran selama
enam hari seminggu itu. Padahal pengaturan jam pelajaran di sekolah sangat
tergantung dengan kurikulum pendidikan kita. Sementara kurikulum pendidikan
kita dari dulu hingga kini telah beberapa kali mengalami perubahan.
Dengan adanya perubahan kurikulum, maka struktur
kurikulum dan beban belajar peserta didik juga turut mengalami perubahan.
Dengan demikian, nama mata pelajaran, jumlah mata pelajaran, alokasi waktunya
per minggu, serta beban belajar peserta didik tidak lagi sama antara di zaman
orang tua bersekolah dulu dengan di zaman anak-anak mereka bersekolah di masa
kini. Karena itu, sesungguhnya sangat beralasan untuk menengok kembali
efektifitas tradisi bersekolah enam hari seminggu itu.
Acuan
Daftar Pelajaran
Kegiatan pembelajaran di sekolah diatur melalui daftar
pelajaran yang disusun oleh sekolah. Saat ini, daftar pelajaran tersebut
disusun oleh sekolah dengan mengacu atau berpedoman pada struktur kurikulum
dan beban belajar yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi. Struktur kurikulum ini memuat
komponen dan nama-nama mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik
beserta alokasi waktunya per minggu.
Komponen dari struktur kurikulum terdiri dari: (1)
komponen mata pelajaran, (2) komponen muatan lokal, (3) komponen pengembangan
diri. Ketiga komponen ini ada pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari SD/MI
hingga SMA/MA/SMK. Perbedaannya terletak pada jumlah dan nama mata pelajaran
serta jumlah waktu atau beban belajar dalam seminggu. Untuk SD/MI jumlah mata
pelajaran yang harus dipelajari ialah 8 mata pelajaran, sedangkan untuk SMP/MTs
ada 10 mata pelajaran, dan untuk SMA/MA kelas X ada sebanyak 16 mata pelajaran,
sedangkan untuk SMA kelas XI dan XII untuk program IPA, IPS dan Bahasa ada
sebanyak 13 mata pelajaran. Perbedaan lainnya terletak pada beban belajar
peserta didik setiap minggunya serta durasi 1 jam pelajaran untuk setiap
tingkatnya
Beban
Belajar
Di samping menetapkan struktur kurikulum, Permendiknas
nomor 22 tahun 2006 juga mengatur tentang beban belajar peserta didik per
minggu. Untuk SD/MI kelas I adalah 26 jam pelajaran, kelas II 27 jam, kelas III
28 jam dan Kelas IV hingga VI adalah 32 jam. Sedangkan alokasi waktu 1 jam
pelajaran tatap muka untuk SD/MI ialah 35 menit. Dengan demikian beban belajar
tatap muka per minggu untuk kelas I ialah 910 menit atau 15 jam 10 menit, kelas
II 945 menit atau 15 jam 45 menit, kelas III 980 menit atau 16 jam 20 menit,
kelas IV-VI 1120 menit atau 18 jam 40 menit.
Untuk SMP/MTs (kelas VII-IX), beban belajar tatap muka
per minggu adalah 32 jam pelajaran. Sedangkan alokasi waktu 1 jam pelajaran
untuk SMP/MTs ialah 40 menit. Dengan demikian beban belajar tatap muka per
minggu untuk SMP/MTs ialah 1280 menit atau 21 jam 20 menit. Untuk SMA/MA
(kelas X-XII), beban belajar tatap muka per minggu adalah 38-39 jam pelajaran.
Sedangkan alokasi waktu 1 jam pelajaran ialah 45 menit. Dengan demikian beban
belajar tatap muka per minggu untuk SMA/MA ialah 1710-1755 menit atau antara 28
jam 30 menit hingga 29 jam 15 menit. Untuk SMK sedikit lebih ringan dari SMA/MA
yaitu 36 jam pelajaran. Alokasi waktu 1 jam pelajaran ialah 45 menit. Dengan
demikian beban belajar tatap muka per minggu untuk SMK ialah 1620 menit atau 27
jam.
Namun dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 juga
dijelaskan bahwa Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum 4 jam
pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Dengan demikian beban belajar
maksimum yang dibolehkan per minggu untuk SD/MI kelas IV-VI ialah 36 jam
pembelajaran. Untuk SMP/MTs (kelas VII-IX) 36 jam pembelajaran, untuk SMA/MA
(kelas X-XII) 42-43 jam pembelajaran, untuk SMK 40 jam pembelajaran.
Menimbang
Kemungkinan, Mengubah Tradisi
Dengan memperhatikan beban belajar peserta didik seperti
dikemukakan di atas, maka sebenarnya sangat memungkinkan pembelajaran tatap
muka di sekolah cukup lima hari saja dalam seminggu. Lalu, jika sekolah dipadatkan
lima hari seminggu, apakah akan menyebabkan peserta didik terlalu lama
pulang? Jawabannya juga tidak. Berikut ini akan dikemukakan contoh
analisisnya.
Untuk SD/MI kelas IV hingga kelas VI dan SMP/MTs kelas
VII hingga kelas IX beban belajar per minggu ialah 32 jam pelajaran. Jika
sekolah menambah jam pelajaran, sesuai aturan maksimum 4 jam menjadi 36 jam,
kemudian ditambah pengembangan diri 2 jam sehingga menjadi 38 jam. Selain itu,
sekolah biasanya juga mengalokasikan waktu 1 jam pelajaran untuk upacara
bendera Senin pagi dan 1 jam pelajaran lagi untuk kegiatan pembinaan Imtaq
pada Jumat pagi. Dengan demikian,
jumlah jam maksimum untuk seluruh kegiatan sekolah yang normal sesuai
aturan bagi kelas IV-VI hingga kelas VII-IX SMP adalah 40 jam pelajaran per
minggu.
Seandainya kegiatan bersekolah pada Senin hingga kamis
diisi dengan 9 jam pelajaran (4 hari x 9 jam pelajaran), maka jam pelajaran
yang tersisa untuk hari Jum’at hanya 4 jam pelajaran saja lagi. Jika jam
pelajaran di sekolah dimulai pada pukul 7.15 setiap pagi Senin hingga Jum’at,
maka kegiatan bersekolah di SD (kelas IV-VI) pada Senin-Kamis akan berlangsung
pukul 07.15 – 12.45 Dan pada Jum’at hanya pukul 07.15- 09.50. Dengan catatan 1
jam pelajaran 35 menit dan setiap harinya disediakan waktu istirahat 1x15
menit.
Jika dengan distribusi jam perhari yang sama dengan untuk
SD seperti di atas, maka kegiatan bersekolah secara normal di SMP kelas VII-IX
akan berlangsung pukul 07.15 – 13.30 pada Senin hingga Kamis, dan pukul 07.15 –
10.10 pada Jum’at. Dengan catatan 1 jam pelajaran 40 menit dan setiap harinya
disediakan waktu istirahat 1x15 menit.
Biasanya, untuk menjaga keseimbangan komposisi jam
pelajaran, maka 1 jam pelajaran di hari Kamis dipindahkan ke hari Jum’at agar
di hari Jum’at tidak terlalu cepat pulang. Dengan demikian untuk Kamis tinggal
8 jam pelajaran dan Jum’at menjadi 5 jam pelajaran. Akibatnya, jam pelajaran di
SD pada Kamis hanya pukul 07.15 – 12.10 dan Jum’at pukul 07.15 – 10.25.
Sedangkan untuk SMP, Kamis, jam 07.15 – 12.50 dan Jum’at jam 07.15 – 11.00.
Dari satu contoh analisis tersebut terlihat sangat memungkinkan sekolah lima
hari seminggu, bahkan itupun masih ada waktu yang tersisa dari waktu normal.
Sekolah
5 hari seminggu, melanggar aturan?
Menurut hemat penulis, sekolah 5 hari seminggu tidak
melanggar aturan. Sebab, dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagai rujukan
penyusunan kurikulum sekolah, tidak ada disebutkan bahwa sekolah dalam
seminggu harus berlangsung 6 hari. Dengan demikian sekolah boleh saja mengatur
jam pelajaran menjadi 5 hari seminggu asal beban belajar yang telah ditetapkan
dalam aturan tersebut bisa terpenuhi. Memang ada aturan tentang minggu efektif
per tahun ajaran, yaitu 34 – 38 minggu, tapi, sekali lagi, tidak ada aturan yang
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan seminggu itu harus 6 hari belajar.
Tidak adanya aturan bahwa bersekolah seminggu harus 6
hari sehingga boleh saja 5 hari juga sama dengan tidak adanya aturan tentang
berapa jam pelajaran dalam sehari, atau dari jam berapa hingga jam berapa
pembelajaran harus berlangsung di sekolah setiap hari. Karena itu, sah-sah saja
jika pembelajaran di sekolah mulai pukul 07.00 atau 07.15 atau 07.30. Semua itu
tentu tidak melanggar aturan sepanjang beban belajar perminggu terpenuhi.
Lalu, bagaimana dengan beban kerja guru? Sesuai dengan
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 pasal 35 ayat (2) tentang guru dan dosen
serta Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 pasal 52 ayat (2) tentang guru,
bahwa beban kerja guru tidak ditetapkan menurut hari, melainkan menurut jumlah
jam mengajar tatap muka, yaitu sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan
sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam seminggu. Karena itu, sepanjang
guru bisa memenuhi beban kerjanya, maka sekolah 5 hari seminggu tidak
melanggar aturan beban kerja guru.
Manfaat
Sekolah 5 hari Seminggu
Sekolah 5 hari seminggu memberi banyak manfaat, antara
lain dapat meningkatkan efektifitas hari belajar. Sebab, dengan beban belajar
yang ada saat ini, jika sekolah tetap 6 hari seminggu, maka pada Sabtu biasanya
hanya kegiatan pengembangan diri selama 2 jam pelajaran. Jika 2 jam pelajaran
di hari Sabtu itu dipindahkan ke hari lain, maka hari belajar tentu akan lebih
efektif.
Beberapa sekolah memang menyiasati jadwal hari Sabtu
dengan memindahkan 2 jam pelajaran di hari lain ke Sabtu sehingga menjadi 4 jam
pelajaran. Namun, dengan pola seperti ini peserta didik pada Sabtu tetap pulang
sekolah paling lambat jam 10.00 pagi. Akibatnya, sebagian peserta didik pulang
sekolah tidak langsung pulang ke rumah, tapi terlebih dahulu berkeluyuran ke
pasar, ke pusat perbelanjaan atau pusat keramaian, ke warnet, ke tempat
permainan, ke tempat rekreasi dan lain sebagainya. Tidak jarang, dari
berkeluyuran tanpa arah dan tujuan yang pasti sepulang sekolah ini terjadinya
perkelahian antar pelajar. Dengan demikian sekolah 5 hari seminggu diharapkan
juga bisa menutup sebagian peluang terjadinya perkelahian antar pelajar.
Secara ekonomis, sekolah 5 hari seminggu juga dapat
mengurangi pengeluaran orang tua peserta didik dan guru. Bahkan dengan adanya 2
hari libur seminggu juga bisa dimanfaatkan peserta didik untuk membantu orang
tua bekerja yang secara ekonomis dapat menambah penghasilan keluarga. Selain
itu, sekolah 5 hari seminggu juga sejalan dengan hari kerja dan hari libur
orang tua peserta didik yang bekerja di sektor formal dari Senin hingga Jum’at.
Dengan demikian orang tua bisa mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berkomunikasi,
membimbing, dan mendidik anak-anak mereka serta menyusun rencana keluarga
secara bersama.
Bagi guru yang tinggal jauh dari keluarga, libur 2 hari
seminggu tentu sangatlah berarti bagi mereka. Sebab mereka bisa menikmati week
end bersama keluarga yang lebih panjang. Dengan libur akhir pekan yang cukup
diharapkan bisa berdampak secara psikologis kepada guru dan peserta didik.
Mereka lebih segar dan bersemangat memulai sekolah kembali di hari Senin.
Selain itu, kewajiban guru sebagai orang tua dari anak-anak mereka di rumah
atau sebagai suami atau istri juga bisa terlaksana dengan baik. Dengan demikian,
guru diharapkan bisa sukses mencerdaskan anak-anak bangsa di sekolah tanpa
harus mengurangi kewajiban dan tanggung jawab terhadap anak-anak mereka sendiri
serta terhadap suami atau istri mereka di rumah. Sukses di sekolah, sukses di
keluarga. Semoga!
BAB 3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara umum sekolah efektif adalah sekolah yang
menunjukan tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai (Achievement atau
observed output) dengan hasil yang diharapkan (objectives, targets, intended
output) sebagaimana telah ditetapkan dimana kemampuan siswanya pada
keterampilan dasar yang diukur dengan tes kemampuan dan dalam proses
penyelenggaraanya terdapat dimensi manajemen, pengajaran, dan kepemimpinan.
Gubernur Jawa Tengah saat ini, Ganjar Pranowo berkeinginan
supaya jam masuk sekolah di wilayah Jawa Tengah diefektifkan menjadi 5 hari.
Sehingga, tiap-tiap siswa bisa memiliki waktu yang cukup untuk saling interaksi
dengan keluarganya dirumah. Pertemuan efektif dinilai dapat memaksimalkan kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan wacana tentang kebijakan sekolah 2 hari,
menimbulkan beragai pro dan kontra di masyarakat. Menyikapi pro dan kontra
sekolah 5 hari harus melihat sisi positif sekaligus negatifnya. Sisi
positifnya, intensitas komunikasi anak dengan keluarga bisa lebih terjaga. Di
pihak sekolah pun, terjadi efisiensi penggunakan energi listrik semisal yang
biasa dipakai untuk AC/kipas angin, atau LCD projector. Belum lagi, pada Sabtu
jalanan relatif lebih lengang. Namun kebijakan sekolah 5 hari juga mengundang
dampak bagi keluarga yang kurang, bahkan tidak harmonis. Apalagi bila peserta
didik tinggal di lingkungan yang "tidak sehat", ditambah kesibukan
orang tuanya. Bisa jadi mereka menjadi lebih nakal atau memilih mencari
kesibukan di luar bersama teman-temannya. Penting menerapkan sekolah 5 hari
supaya memberikan waktu bagi peserta didik untuk beraktivitas secara mandiri
dan beristirahat.Waktu istirahat punya arti penting bagi mereka supaya kembali
mendapatkan semangat belajar, sekaligus mempererat ikatan antaranggota
keluarga, melaksanakan fungsiocial ataupun mengembangkan diri di luar sekolah.
Semoga setelah mengkaji secara mendalam, Ganjar bisa mengambil kebijakan
terbaik untuk anak-anak Jateng.
Menurut hemat penulis, sekolah 5 hari seminggu tidak melanggar
aturan. Sebab, dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagai rujukan
penyusunan kurikulum sekolah, tidak ada disebutkan bahwa sekolah dalam
seminggu harus berlangsung 6 hari. Dengan demikian sekolah boleh saja mengatur
jam pelajaran menjadi 5 hari seminggu asal beban belajar yang telah ditetapkan
dalam aturan tersebut bisa terpenuhi. Memang ada aturan tentang minggu efektif
per tahun ajaran, yaitu 34 – 38 minggu, tapi, sekali lagi, tidak ada aturan
yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan seminggu itu harus 6 hari belajar.
Tentu wacana tersebut masih harus dilakukan pengkajian lebih dalam sebelum
pelaksanaan kebijakannya.
B.
Saran
1. Kepada Gubernur Jawa
Tengah Bapak Ganjar Pranowo, sebaiknya melakukan pengkajian lebih mendalam
berkaitan dengan wacana tentang sekolah 5 hari yang diadopsi dari Guberner
Jakarta Bapak Ahok, seperti dilihat dari sisi sumber daya manusia dalam hal ini
guru dan siswanya yang memang terkena dampak langsung dari wacana tersebut.
2. Para orang tua
sebaiknya lebih memperhatikan anak-anaknya guna mempersiapkan menghadapi
kebijakan sekolah 5 hari.
3. Para orang tua dan
guru sebaiknya lebih memperhatikan lagi bagaimana agar sekolah lebih efektif
dalam kegiatan belajar mengajar tanpa merugikan siapapun.
DAFTAR PUSTAKA
Sutomo,dkk.2012. Manajemen Sekolah. Semarang. Pusat
Pengembang MKU&MKDK LP3 Unnes,
Unnes Press
Radar Semarang.16 Maret
2015.Siswa Akan Masuk 5 Hari Seminggu.
Diunduh dari http://radarsemarang.com/semarang-metropolis/siswa-akan-masuk-5-hari-seminggu/
tanggal 20 Maret 2015
Ahmad Riyatno. Sabtu,
21 Maret 2015. Kajian Cerdas Sekolah Lima
Hari. Diunduh dari http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=7414#.VQw1bI5 qDIU tanggal 20 Maret 2015
Suara Merdeka.15 Maret
2015. Wacana 5 Hari Sekolah di Jawa
Tengah. Diunduh dari http://infokepegawaian.blogspot.com/2015/03/wacana-5-hari-sekolah-di-jawa-tengah.html
tanggal 20 Maret 2015
Harian Blora.20 Maret
2015.Sekolah Lima Hari Dinilai Rugikan
Guru dan Memangkas Hak Belajar
Siswa. Diunduh dari http://www.harianblora.com/2015/03/sekolah-lima-hari-dinilai-rugikanguru.html
tanggal 21 Maret 2015
Miftahul Ulum. Senin,
16 Maret 2015. DPRD Jateng Dukung Wacana
Sekolah 5 Hari. Diunduh dari http://semarang.bisnis.com/m/read/20150316/1/77457/dprd-jateng- dukung-wacana-sekolah-5-hari
tanggal 20 Maret 2015
Junaidi.Kamis, 24 Mei
2012. Menimbang Sekolah Lima
Hari Seminggu. Diunduh dari http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=15220:menimbang-sekolah-lima-hari-seminggu- &catid=11:opini&Itemid=83
tanggal 20 Maret 2015
No comments:
Post a Comment
Komentarlah dengan bijak